Upaya pengetatan peraturan kehati-hatian itu disampaikan oleh Deputi Senior BI, Anwar Nasution, Kamis (31/08) saat membantah sinyalemen BI akan menghentikan perdagangan rupiah di luar negeri. "Tidak benar Bank Indonesia akan menghentikan perdagangan rupiah di luar negeri setelah aturan transaksi valas di perbankan berjalan baik," ujar Anwar dalam siaran persnya.
"Kemampuan
administratif Indonesia yang sangat terbatas dewasa ini menyebabkan
Indonesia belum mampu untuk mengimplementasikan aturan yang membatasi
internasionalisasi rupiah seperti itu," tambah Anwar.
BI
akan terus mengkaji dan menggali segala alternatif atau upaya untuk
menstabilkan nilai tukar rupiah. Upaya itu dilakukan terutama dengan
mempersempit ruang gerak kegiatan spekulasi valuta asing.
Anwar menegaskan bahwa untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, BI menempuh kebijakan moneter secara berhati-hati melalui pengetatan likuiditas. Kebijakan itu dilakukan antara lain melalui mekanisme Operasi Pasar Terbuka. Selain itu juga dengan meningkatkan peran pengawasan dan pembinaan bank melalui pemantauan kegiatan operasional bank-bank, termasuk transaksi valas agar tetap mentaati peraturan prudential secara serius.
Aturan kehati-hatian itu adalah pembatasan Posisi Devisa Netto (Net Open Position) yaitu 20% dari modal bank untuk posisi on dan off balance sheet. Selain itu, juga termasuk pembatasan transaksi forward jual valas terhadap rupiah oleh bank kepada non residen, maksimum sebesar US$ 5 juta.
Enforcement
untuk mendisiplinkan pasar itu terus dilakukan karena yang diinginkan
adalah pasar yang tertib dan bukan tanpa aturan. Demikian pula, Bank
Indonesia akan terus meningkatkan kualitas hasil monitoring kegiatan
lalu lintas devisa yang saat ini telah menunjukkan perkembangan
menggembirakan, terutama dari segi cakupan bank-bank yang telah
melaporkan kegiatan lalu-lintas devisanya.
Dengan
kualitas hasil monitoring yang lebih baik diharapkan akan dapat
mendukung pemilihan kebijakan yang tepat dalam mempersempit ruang gerak
spekulasi valas maupun kebijakan untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah
secara keseluruhan.
Pengaturan Prinsip Kehati-hatian
Pasal
2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mengatur keharusan
penggunaan prinsip kehati-hatian oleh perbankan Indonesia dalam
menjalankan usahanya. Ketentuan dalam Pasal 2 tersebut tidak diubah oleh
undang-undang perbankan yang baru, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Kemudian
prinsip kehati-hatian itu diatur lebih lanjut dalam undang-undang Nomor
10 Tahun 1998 pada perubahan Pasal 29. Ketentuan Pasal 29 ayat (2) yang
telah diubah mengatur bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan
bank sesuai dengan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
likuiditas, dan rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang
berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha dengan
prinsip kehati-hatian.
Di
dalam ayat (5) Pasal yang sama, diatur bahwa ketentuan mengenai
kewajiban bank tersebut ditetapkan oleh BI . Artinya, BI diberi
kewenangan untuk menetapkan pengaturan mengenai pelaksanaan kewajiban
bank untuk melakukan usaha sesuai degan prinsip kehati-hatian.
Selain itu, BI juga diberi kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif maupun
represif. Semua itu diberikan oleh undang-undang dalam rangka memastikan
dilaksanakannya prinsip kehati-hatian oleh bank dalam menjalankan
usahanya. http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol503
Tidak ada komentar:
Posting Komentar